Cerita Haji 2015
https://www.daengfaiz.com/2017/08/cerita-haji-2015.html
Selepas lulus kuliah, saya sempat introspeksi diri. Mempertanyakan diri sendiri, kenapa saya kuliah akuntansi? Kemana saya lanjut? Mau kerja di mana? Apa tujuan hidup saya? Saya sempat berfikir tujuan hidup saya adalah mencari uang sebanyak-banyaknya, menjadi milliader biar bisa membahagiakan orang-orang sekitar saya.
Tiba-tiba lamunan untuk menjadi orang kaya itu sirna, pas dengar berita tentang pengurangan kursi pemberangkatan haji. The question is kenapa orang-orang berduit pun berlomba-lomba berangkat haji. Kenapa mereka struggle for very simple things? There must be something. Dari sinilah saya bercita-cita ingin berangkat haji di usia muda, meski waktu itu belum tau caranya. Dari sini pula, saya memulai mencari informasi tentang haji backpacker dan serentetan cara yang bisa membawa saya ke Mekkah.
Doa-doa di Bandara Soekarno Hatta
Singkat cerita, saya dapat beasiswa untuk melanjutkan studi di Jerman. Lima jam sebelum terbang ke Jerman, saya diskusi dengan Jun (teman saya yang juga akan lanjut studi di Jerman).
"Iz, kalo ada kesempatan, kita harus ke Mekkah" katanya.
"Iya, semoga ada jalan" jawabku singkat.
Doa-doa itu terselip di sela-sela pintu keberangkatan terminal 2 bandara internasional Soekarno Hatta. Tuhan, kemana pun kaki saya melangkah, sejauh apapun itu, bimbing saya untuk ke Mekkah. Berulang-ulang doa itu terucap dalam hati.
Perjalanan Haji Bersama Warga Indonesia di Jerman
Banyak sekali pertanyaan yang ditujukan ke saya. Bagaimana caranya bisa berhaji dari Jerman? Ok well, jadi di Jerman ada organisasi FORKOM Jerman, forum komunikasi muslim Indonesia yang bermukim di Jerman. Forkom mengakomodir, warga Indonesia yang mau berangkat haji dari Jerman. Jumlah jemaah Indonesia yang berangkat tidak terlalu banyak, sekitar 10-30 orang saja. Memang bisa berangkat dari Jerman? tentu bisa, bermodalkan paspor Indonesia kita bisa berangkat haji menggunakan kuota haji negara Jerman. Untungnya, karena Jerman bukan negara muslim, jadi kuotanya masih sangat banyak yang kosong. Tidak seperti di Indonesia, yang harus menunggu 10-15 tahun untuk dapat kuota pemberangkatan haji. Jadi berangkat dari Jerman, daftar tahun itu, berangkat juga langsung di tahun itu.
Biaya haji dari Jerman? dapat duit dari mana?
Ini pertanyaan berikutnya yang banyak ditanyakan. Berapa duit? Biayanya hampir dua kali lipat dari haji reguler di Indonesia, atau sekitar 70 juta rupiah (4700 Euro). Dengan segenap fasilitas yang ada, sekelas haji ONH plus budget 100 juta, biaya tersebut sangat worth it. Berangkat dari Jerman pun, membawa keuntungan sendiri, karena hotel, dan maktab (penentu tenda-tenda di arafah) mengikuti jamaah Eropa, which is lebih lega, lebih dekat dari Mekkah. As you know, jemaah Indonesia mesti naik bis dari penginapan ke Mekkah (tapi bisnya gratis kok, khusus jamaah Indonesia).
Dari mana duit sebanyak itu? Ada keajaiban yang saya alami ketika mengumpulkan duit itu. Waktu pendaftaran haji di buka, tabungan saya cuma 2000 euro, ini sudah termasuk uang makan saya untuk beberapa bulan kedepan. Saya nggak punya tabungan lain untuk hidup di Jerman. Tapi karena sudah punya niat, akhirnya saya berusaha cari kerja sampingan. Beberapa minggu sebelum libur semester, saya sibuk cari kerja, menyebar CV ke mana-mana. Sampai sempat hopeless, karena ternyata lulusan S1 dari Indonesia, susah banget cari kerja di Jerman, terlebih kemampuan bahasa Jerman saya masih level A1.
Tetiba, rekan saya di Giessen, Mas Heru, menawari saya untuk kerja di Frankfurt Messe (Gedung Pameran). Pekerjaan jaga stand, mengawasi pekerja bangunan, atau jadi petugas bagi-bagi brosur di gedung pameran. Tentunya gajinya tak seberapa. Namun, saya pikir tak apalah, hitung-hitung cari pengalaman, dan mengisi waktu liburan. Akhirnya, saya beli tiket buat ke Frankfurt. Dan keajaiban pertama pun muncul, dua hari sebelum ke Frankfurt, saya dapat telepon dari Perusahaan. Saya dipanggil untuk interview di sana. Then, tiket saya buat ke Frankfurt hangus. Saya mempersiapkan diri untuk interview di perusahaan sport tersebut.
Singkat cerita, saya diterima kerja di sana. Meskipun statusnya masih karyawan training, tapi tak apalah, setidaknya saya kerja di kantor, bukan pekerjaan pinggiran. Saya bahkan tidak tahu akan digaji berapa di perusahaan itu. Saya hanya fokus, bagaimana caranya saya bisa menunjukkan talenta dan bakat saya di perusahaan, sehingga bos saya senang.
Sampai akhirnya gaji pertama pun diterima, dan jumlahnya adalah 500 euro. Tentu jumlah ini tidak sesuai harapan saya. Saya butuh 2700 euro untuk bisa berangkat haji. Waktu saya untuk mengumpulkan uang pun sisa sebulan lagi. Dengan estimasi gaji bulan depan juga 500 euro, mustahil saya berangkat. Saya hanya bisa berdoa, semoga saya bisa dapat jalan untuk bisa berangkat. Saya sempat ikut berbagai lomba menulis di Indonesia dengan harapan bisa tambah-tambah ongkos. Namun, ternyata belum rejeki, pendaftaran sudah ditutup, sementara uangnya belum terkumpul. Saya pun ikhlas, dan hanya berharap semoga kesempatan tahun depan masih ada.
Keajaiban kedua terjadi, ternyata gaji kedua saya bukan 500 euro lagi. Saya dibayar full time worker atas pekerjaan saya. Namun apalah arti uang yang terkumpul itu, toh pendaftarannya sudah ditutup seminggu lalu. Hingga akhirnya saya iseng buka website forkom, dan keajaiban ketiga terjadi, pendaftaran haji diperpanjang sebulan. Tuhan tidak pernah tidur. Ini yang membuat saya nangis. Kita semua hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan, dan tidak ada yang mustahil jika Tuhan berkehendak, Kun fa Yakun.
Tragedi Mina dan Crane Jatuh
Berikutnya saya mau bercerita tentang tragedi Crane Jatuh. Syukurnya rombongan kami berangkat sehari setelah Crane Jatuh, jadi kami tidak tertimpa musibah tersebut. Kejadian itu memang benar-benar sejarah, soalnya hampir tidak pernah Mekkah dilanda badai debu disertai hujan. Kami pun saking takutnya, bawa jas hujan dari Jerman, bahkan ada yang bawa sepatu boots.
Kejadian tragedi Mina yang menyebabkan kurang lebih 800 orang meninggal dunia, juga menjadi cerita tersendiri. Bagaimana tidak, kami semua terselamatkan dari tragedi tersebut. Kejadiannya terjadi pada saat Jemaah berbondong-bondong ke Mina. Ada barisan yang tabrakan, entah bagaimana ceritanya sehingga rombongan arus manusia saling berlawanan arah. Oh iya, ketika berjalan di Mina, no body can't stop. Even, kita berjalan dan melihat ada ibu-ibu jatuh, kita gak bisa berhenti untuk menolong. The only things you can do is, menghindari ibu-ibu tersebut, dan melapor ke polisi terdekat bahwa ada ibu-ibu yang jatuh. Nah sekarang bayangkan kalo arus manusia tabrakan, mereka saling injak menginjak, belum lagi udara sesak.
Pantas kah saya berhaji?
Dulu saya juga sempat galau, pantas nggak saya berhaji? Dengan kekuatan iman yang naik turun, sholat yang kadang tidak tepat waktu, hafalan Alquran yang masih seadanya, dan tumpukan dosa yang banyak sekali rasanya. Ternyata kuncinya adalah niat, jangan pernah berfikir kita gak pantas buat berhaji. Jika jalan menuju ke sana terbuka, berarti kita adalah golongan-golongan tamu yang di undang Allah.
Jadi usaha dulu, ikhtiar dulu sebisa mungkin. Kalau pantes, insya Allah jalannya akan mulus, kalau ada hambatan, nah mungkin saatnya introspeksi diri. Ada loh yang sudah pakaian Ihram di Bandara tapi tiba-tiba Paspornya rejected dan batal berangkat. Jadi terus luruskan niat, insya Allah masalh pantes atau tidak, biarlah Tuhan yang menilai.
Sekian cerita ini, semoga menjawab pertanyaan teman-teman sekaligus memberi semangat untuk teman-teman yang punya cita-cita sama.
Barakallah Daeng Faiz.
BalasHapusSemoga haji mabrur
Kapan-kapan nulis cerita diselingi bahasa Jerman ya.